Wonogiri – Kasus dugaan pemerkosaan, perampasan aset, dan penculikan yang melibatkan seorang ayah tiri berinisial N, serta seorang pengacara berinisial JM di Wonogiri semakin menarik perhatian publik dan media. Dalam kasus ini, korban adalah seorang ibu berinisial Y dan putrinya, A, yang kini sedang berada di rumah aman (shelter) di Semarang untuk mendapatkan perlindungan. Surat resmi dari Kepolisian Resor Wonogiri tertanggal 30 Agustus 2024 kepada pelapor, Slamet Maryadi, menegaskan bahwa penyelidikan terhadap kasus ini sedang berlangsung. Namun, lambatnya penanganan oleh pihak kepolisian, terutama Reskrim dan Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA), memicu kritik tajam dari berbagai kalangan, termasuk M. Ridho, anggota Dewan Perwakilan Pusat Forum Reporter dan Jurnalis Indonesia (FRJRI).
M. Ridho dalam keterangannya menyatakan keprihatinannya atas lambannya tindakan hukum yang diambil oleh Kapolres Wonogiri, Kasat Reskrim, dan Kanit PPA dalam kasus ini. “Kita harus menyoroti bagaimana proses hukum berjalan di tingkat daerah, terutama ketika menyangkut kasus-kasus yang melibatkan anak di bawah umur dan kekerasan seksual. Seharusnya ada kecepatan dan ketepatan dalam menangani kasus seperti ini agar korban mendapatkan keadilan,” tegas M. Ridho.
Ridho juga menyoroti aspek transparansi dalam proses hukum yang berjalan. “Kami dari FRJRI akan terus memantau kasus ini, dan akan menuntut transparansi serta akuntabilitas dari pihak kepolisian. Jangan sampai kasus ini berlarut-larut tanpa kepastian hukum yang jelas,” tambahnya.
Selain itu, Ridho mengkritisi koordinasi antara pihak kepolisian dengan lembaga perlindungan anak dan perempuan. “Kita melihat ada kelemahan dalam koordinasi antar lembaga. Seharusnya, PPA dan lembaga perlindungan anak di tingkat kabupaten bergerak cepat dalam memberikan perlindungan kepada korban, termasuk dalam pendampingan hukum dan psikologis.”
M. Ridho juga meminta agar Wakapolda Jawa Tengah, Brigjen Pol Agus Suryonugroho, segera menindaklanjuti arahannya kepada Kapolres Wonogiri untuk mempercepat proses hukum ini. “Ini bukan hanya soal menegakkan hukum, tetapi juga memastikan bahwa hak-hak korban dan keluarganya terpenuhi. Kami dari FRJRI mendesak agar tindakan tegas segera diambil terhadap siapa saja yang menghambat proses ini, termasuk apabila ada indikasi korupsi atau penyalahgunaan wewenang oleh aparat penegak hukum,” ujar Ridho.
Di sisi lain, Pak Tatak, yang merupakan orang dekat dari JM, menyatakan bahwa ada banyak kejanggalan dalam kasus ini. Menurutnya, mulai dari tanggal pernikahan Slamet Maryadi hingga kepemilikan aset, semuanya menunjukkan adanya ketidaksesuaian. Lebih jauh lagi, Pak Tatak menyoroti bagaimana media mulai mendekat dan memberitakan kasus ini seolah-olah korban adalah pelaku sebenarnya. “Kita harus berhati-hati dalam menilai kasus ini, karena banyak hal yang belum terungkap dan bisa menyesatkan publik,” kata Pak Tatak.
FRJRI akan terus mengawal kasus ini dan mendesak agar keadilan segera ditegakkan. “Kami akan membawa isu ini ke tingkat nasional jika dalam waktu dekat tidak ada perkembangan signifikan dalam penanganan kasus ini,” tutup M. Ridho.
Tembusan dari pernyataan ini juga disampaikan kepada Presiden RI, Menteri Hukum dan HAM, Komisi Nasional Perlindungan Anak, serta lembaga-lembaga terkait lainnya agar menjadi perhatian dan segera dilakukan langkah-langkah yang diperlukan.
Kesimpulan
Pernyataan tegas dari M. Ridho ini menyoroti pentingnya penegakan hukum yang cepat, tepat, dan transparan dalam kasus-kasus yang menyangkut hak asasi manusia, terutama hak anak dan perempuan. Serta memperingatkan aparat terkait untuk tidak main-main dalam penanganan kasus yang telah menjadi perhatian nasional ini. Di sisi lain, klaim dari Pak Tatak membuka ruang untuk evaluasi lebih dalam terhadap kejanggalan yang disebutkan, dengan tetap menjaga prinsip praduga tak bersalah.
Laporan supriyadi