Jakarta – Jakarta, Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum) Prof. Dr. Asep Nana Mulyana menyampaikan bahwa paradigma penegakan hukum di Indonesia sedang mengalami perubahan signifikan.
Ditemui sesudah acara, Agung Nugroho, Mahasiswa semester akhir Pascasarjana S3 Doktor Ilmu Hukum dengan akreditasi “Unggul” mengemukakan pendapatnya selama perkuliahan umum di Universitas Borobudur,
“Perkuliahan umumnya sangat bermanfaat, materi mengajarnya sangat baik, dan juga kita lebih mengetahui perbedaan hukum di Indonesia dan penerapannya serta justice restore,” kata Agung Nugroho kepada awak media.
Agung juga menjelaskan selama mengikuti seminar tadi,
“Hal menarik yang ingin disampaikan adalah penerapan justice restore dan hal yang menarik adalah Jaksa bisa menuntut bebas terhadap satu atau beberapa kasus lainnya,”jelasnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Puncaknya, Agung mengungkapkan harapannya,
“Indonesia bisa memiliki program sistem hukum yang lebih baik lagi dalam menyongsong Indonesia Emas 2024,” pungkas Agung Nugroho, Mhs Semester Akhir S3 Doktor Ilmu Hukum Universitas Borobudur.
Adapun Pendekatan yg selama ini bersifat retributif, yaitu berfokus pada pembalasan, penjelasan, penghukuman terhadap pelaku, mulai beralih ke pendekatan modern berdasarkan paradigma restoratif, korektif,&rehabilitatif.
“Perubahan ini merupakan bagian dari upaya menciptakan sistem hukum yg tidak hanya didasarkan kepastian hukum saja tetapi juga untuk menjunjung tinggi nilai keadilan & efektif dalam memberikan kemanfaatan bagi masyarakat luas,” imbuh JAM-Pidum dalam acara Stadium Generale yang diselenggarakan oleh Program Pascasarjan Universitas Borobudur, Sabtu 14/09/2024, di Aula Sidang Univ.Borobudur, Jakarta.
JAM-Pidum memaparkan materinya dengan tema “Paradigma Baru Penegakan Hukum Menuju Indonesia Emas”. Menurutnya, tema ini sangat relevan dalam rangka mendukung visi besar Indonesia untuk menjadi negara maju dan sejahtera pada tahun 2045, atau dikenal sebagai Indonesia Emas.
JAM-Pidum juga menjelaskan tentang pentingnya penerapan konsep ideal Sistem Peradilan Pidana Terpadu (Integrated Criminal Justice System/ICJS) di Indonesia. Sistem ini memungkinkan berbagai elemen dalam proses penegakan hukum, mulai dari penyidikan, penuntutan, peradilan, hingga eksekusi, untuk saling berkoordinasi & bekerja secara sinergis sejak awal penangan perkara.
Lebih lanjut, JAM-Pidum menguraikan arah kebijakan pembangunan hukum Indonesia yg tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2025-2045 dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025-2029.
Kebijakan tersebut menitikberatkan pada supremasi hukum yg didukung oleh kepastian, keadilan, dan kemanfaatan, serta berlandaskan pada penghormatan terhadap hak asasi manusia.
“Perubahan paradigma penerapan dan penegakan hukum modern, efisien, terpadu salah satunya dilaksanakan dengan mengedepankan pendekatan keadilan restoratif, korektif, rehabilitatif atau dikenal dengan Restoratif Justice (RJ) atas dasar pemulihan keadaan semula, pertama kali melakukan tindak pidana (the first offender) serta telah ada perdamaian, sehingga tidak terjadi lagi kasus seperti Kakek Sarmin dan Nenek Minah.
Tak hanya itu, pendekatan keadilan restoratif ini disisi lain juga dapat menghemat keuangan negara,” tutur JAM-Pidum.
Demikian juga dalam KUHP 2023 terkait perubahan paradigma penegakan hukum, JAM-Pidum juga menegaskan bahwa hal itu telah diakomodir dengan adanya alternatif pemidanaan berupa pidana pengawasan dan pidana kerja sosial yang lebih bersifat restoratif, korektif dan rehabilitatifm yakni berupa pencegahan, pembinaan, pembimbingan, penyelesaian konflik, pemulihan keseimbangan, menumbuhkan rasa penyesalan dan rasa bersalah dari pelaku tindak pidana.
Tak hanya itu, JAM-Pidum juga menekankan mengenai pentingnya sinkronisasi antara legal substance, legal structure dan legal culture dalam penegakan hukum di Indonesia.
Di akhir paparannya, JAM-Pidum mengajak seluruh peserta Studium Generale, yang terdiri dari akademisi, praktisi hukum, dan mahasiswa, untuk mendukung proses penegakan hukum yang humanis, berdasarkan paradigma restoratif, korektif dan rehabilitatif.
Menurutnya, penerapan paradigma baru dalam penegakan hukum ini tidak hanya akan membawa manfaat bagi Indonesia saat ini, tetapi juga akan menjadi pondasi yang kuat dalam mencapai Indonesia Emas 2045.
“Kita semua memiliki peran dalam mewujudkan cita-cita besar bangsa ini. Dengan paradigma baru ini, saya yakin sistem hukum kita akan menjadi lebih kuat, lebih adil, dan lebih bermanfaat bagi seluruh rakyat Indonesia,” pungkasnya.
Acara Studium Generale yang dihadiri sebanyak 100 orang peserta program pascasarjana ini ditutup dengan sesi tanya jawab yang berlangsung dinamis.