Jakarta – Pendiri Pejuang Pendidikan Indonesia, Dr. Iswadi, M.Pd., yang juga seorang pakar di bidang pendidikan, mengungkapkan perbedaan mencolok antara kesejahteraan guru di Indonesia dan Malaysia. Menurutnya, kesejahteraan guru adalah salah satu faktor penting yang memengaruhi kualitas pendidikan suatu negara. Meskipun guru memikul tanggung jawab besar dalam mendidik generasi penerus, kesejahteraan mereka di Indonesia masih menjadi isu yang membutuhkan perhatian serius. Sebaliknya, Malaysia telah melakukan langkah-langkah signifikan dalam meningkatkan kesejahteraan guru. Hal ini diungkapkan Dr. Iswadi kepada wartawan pada Kamis, 24 Oktober 2024.
*Perbedaan Sistem Penggajian dan Insentif*
Menurut Dr. Iswadi, yang merupakan akademisi berdarah Aceh, salah satu perbedaan paling mencolok antara kesejahteraan guru di kedua negara terletak pada sistem penggajian dan insentif. Di Malaysia, guru menerima gaji yang lebih tinggi dibandingkan rekan mereka di Indonesia. Sistem penggajian di Malaysia sudah diatur dengan baik, memperhitungkan masa kerja, kualifikasi, dan kinerja. Selain itu, guru di Malaysia mendapatkan berbagai tunjangan, seperti tunjangan kesehatan, perumahan, transportasi, serta bonus tahunan untuk guru berprestasi.
Di Indonesia, meskipun ada upaya pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan guru melalui program sertifikasi, sistem penggajian masih dianggap belum memadai, terutama bagi guru honorer yang seringkali menerima upah di bawah upah minimum regional (UMR). Program sertifikasi memang membantu meningkatkan pendapatan guru yang memenuhi syarat, tetapi prosesnya panjang dan aksesnya terbatas. Insentif tambahan seperti tunjangan kesehatan dan perumahan juga masih minim, terutama untuk guru di daerah terpencil.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
*Kesejahteraan Sosial dan Perlindungan Kerja*
Dr. Iswadi juga menyoroti perbedaan kesejahteraan sosial dan perlindungan kerja. Di Malaysia, guru dilindungi oleh jaminan kesehatan nasional yang mencakup perawatan bagi guru dan keluarga mereka. Ini memberikan rasa aman dalam menjalankan tugas tanpa kekhawatiran terhadap biaya kesehatan.
Sebaliknya, di Indonesia, meskipun ada program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), implementasinya di kalangan guru masih menghadapi tantangan, terutama di sekolah swasta atau daerah terpencil. Selain itu, tunjangan pensiun bagi guru juga masih kurang memadai. Banyak guru yang kesulitan memenuhi kebutuhan hidup mereka setelah pensiun.
*Pengembangan Profesional Guru*
Dr. Iswadi juga menekankan pentingnya pelatihan dan pengembangan profesional guru. Di Malaysia, pemerintah secara aktif mendukung pengembangan profesional guru melalui pelatihan rutin, baik di dalam maupun luar negeri, serta menyediakan dana khusus untuk program ini.
Sementara itu, di Indonesia, meskipun ada program pelatihan, pelaksanaannya sering tidak merata. Guru di daerah terpencil kurang mendapat akses pelatihan dibandingkan guru di kota besar. Selain itu, banyak guru yang harus mengeluarkan biaya pribadi untuk mengikuti pelatihan atau melanjutkan pendidikan mereka.
*Beban Kerja dan Kondisi Kerja*
Selain gaji dan kesejahteraan sosial, beban kerja juga menjadi faktor penting yang membedakan kesejahteraan guru di kedua negara. Di Malaysia, beban kerja guru lebih terkontrol dengan standar yang jelas mengenai jam mengajar dan tugas administratif, sehingga guru bisa lebih fokus pada pembelajaran siswa.
Di Indonesia, beban kerja guru lebih berat karena mereka harus menangani banyak tugas administratif dan mengajar di banyak kelas dengan jumlah siswa yang besar. Kondisi ini membuat guru kekurangan waktu untuk mempersiapkan bahan ajar yang kreatif dan inovatif.
*Kondisi Kerja di Daerah Terpencil*
Perbedaan lainnya terlihat pada kondisi kerja di daerah terpencil. Di Malaysia, pemerintah memberikan insentif khusus untuk guru yang bertugas di daerah terpencil, termasuk tunjangan tambahan dan fasilitas yang memadai.
Di Indonesia, meskipun ada program insentif untuk guru di daerah terpencil, realisasinya masih kurang optimal. Banyak guru di daerah terpencil harus berjuang dengan keterbatasan fasilitas, perumahan, dan transportasi.
Dr. Iswadi menegaskan bahwa kesejahteraan guru di Indonesia masih membutuhkan banyak perbaikan agar bisa setara dengan Malaysia. Meskipun ada upaya pemerintah, langkah-langkah tersebut perlu ditingkatkan, terutama dalam hal penggajian, jaminan sosial, pengembangan profesional, dan kondisi kerja di daerah terpencil. Jika kesejahteraan guru ditingkatkan, hal ini akan berdampak positif pada kualitas pendidikan di Indonesia, karena guru yang sejahtera akan lebih termotivasi untuk memberikan yang terbaik bagi siswa-siswanya. Demikian Dr. Iswadi menutup penjelasannya.(**)