Opini – Pilkada Serentak 2024 diikuti oleh 37 pasangan calon tunggal yang akan menghadapi kotak kosong pada Pilkada Serentak 2024, fenomena calon tunggal ini sejatinya harus dibaca sebagai salah satu pertanda bahwa parpol-parpol di Indonesia yang semakin pragmatis dan semakin kehilangan “warna” dan pengaruh ideologisnya, bagaimana mungkin Parpol dengan ideologi yang berbeda bisa bersatu di koalisi yang sama? Tentu ada nilai-nalai ideologis yang dikesampingkan atau bahkan mungkin saja partai-partai yang ada di Indonesia tidak punya “kesadaran” ideologi sama sekali dalam pengambilan keputusan politiknya.
“Without ideology, political parties become vehicles for opportunism, serving the interests of the few rather than the needs of the many.” Tanpa ideologi, partai politik hanya akan menjadi kendaraan oportunisme, untuk melayani kepentingan segelintir orang dan menegasikan kepentingan orang banyak.”
Demikian kata John F. Kennedy, Mantan Presiden Amerika Serikat
Memang benar pada dasarnya ideologi merupakan elemen yang paling krusial bagi partai politik (parpol) karena ideologilah yang akan menentukan arah perjuangan partai, ideologilah yang akan menentukan identitas yang membedakan antara satu partai dengan partai lainnya dan ideologilah yang memandu partai untuk konsisten dalam tindakan dan kebijakan partai.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Tapi apa? Melihat dinamika politik yang berkembang di Indonesia akhir-akhir ini, sepertinya Ideologi tidak lagi menjadi hal yang krusial bagi Parpol di Indonesia, hal ini terbukti dari begitu mudah dan dinamisnya parpol-parpol yang ada di Indonesia dalam berkoalisi, PDIP yang dicitrakan “agak” menjurus ke kiri terlihat tidak sungkan-sungkan lagi berkoalisi dengan PKS yang selama ini dicitrakan lebih “ekstrem” ke kanan.
Belum lagi Parpol seperti Golkar, PAN, Demokrat, Gerindra, Nasdem, PKB dan berbagai partai lainnya yang memang sedari awal memang dicitrakan sebagai partai yang berada di tengah alias abu-abu, meskipun di AD/ART ada perbedaan ideologis antara partai-partai tersebut semisal partai Islam, Nasionalis, Nasionalis Demokrat dan lain-lain itu tidak lebih dari sekedar untuk memenuhi syarat administratif semata.
Jikapun ada partai yang benar-benar ideologis di Indonesia itu adalah PKI yang hari ini sudah dibumi hanguskan dari altar perpolitikan Indonesia.
Mungkinkah Partai Politik Tanpa Ideologi?
Sepertinya ide terkait partai politik tanpa ideologi adalah sebuah konsep yang menarik sekaligus menantang menantang untuk dibicarakan, namun hal ini bukanlah sesuatu yang mustahil jika kita melihat perkembangan yang terjadi dalam praktik perpolitikan Indonesia akhir-akhir ini.
Secara teoritis dari berbagai ulasan yang pernah dikemukakan oleh para pakar atau ilmuan dalam bidang politik , ideologi memang merupakan inti dari keberadaan partai politik, hal ini karenakan bahwa ideologi adalah sumber “iman” yang menyediakan kerangka nilai, prinsip dan tujuan yang mendasari kebijakan dan program yang akan diperjuangkan oleh setiap partai.
Dengan adanya Ideologi yang jelas dan berbeda antara satu partai dengan partai lainnya juga akan membantu pemilih memahami posisi partai terhadap isu-isu tertentu seperti issu ekonomi misalnya dan menjadi panduan bagi anggota partai dalam mengambil keputusan politik sesuai dengan apa yang mereka yakini sesuai dengan kebutuhan mereka dalam menatap arah pembangunan bangsa.
Dengan ideologi yang jelas dari Parpol maka Seorang yang meyakini bahwa sistem ekonomi sosialis sebagai sistem yang ideal dalam membangun bangsa maka ia akan dapat memilih partai yang berideologi sosialis misalnya, atau di sisi lain bagi mereka yang meyakini bahwa sistem yang ditawarkan oleh kaum sosialis tidak lagi cocok dengan kekinian maka mereka dengan mudahnya untuk memilih partai yang mengusung ideologi yang kontra dengan semangat sosialisme.
Namun, dalam praktiknya, setidaknya dalam perkembangan perpolitikan di Indonesia akhi-akhir ini tampaknya ideologi tidak lagi menjadi sesuatu yang esensial, atau minimal bisa dikatakan ideologi tidak lagi menjadi pedoman dalam perjuangan parpol. Misalanya ada partai politik yang tampaknya beroperasi dengan ideologi yang lemah atau bahkan tanpa ideologi yang jelas.
Terkait dengan melemah atau bahkan hilangnya peran penting ideologi bagi Parpol di Indonesia hal ini bisa terjadi dan terlihat dalam berbagai bentuk dan gejala.
Tanpa ideologi yang jelas maka yang sangat kentara terjadi adalah parpol menjadi semakin pragmatis, hal ini bisa terlihat dari beberapa partai lebih fokus pada pencapaian kekuasaan dan kepentingan jangka pendek daripada memperjuangkan visi ideologis tertentu yang tertulis dan tertuang dalam AD/ART nya. Parpol dengan ideologi yang lemah atau bahkan tanpa ideologi akan sangat mungkin mengambil posisi yang fleksibel atau berubah-ubah tergantung pada situasi politik yang ada.
Gejala yang ke dua yaitu Partai yang tanpa ideologi yang jelas akan terjebak pada populisme, artinya partai akan sering kali mengedepankan retorika yang menarik bagi massa tanpa komitmen kuat terhadap ideologi tertentu. Mereka dapat mengadopsi berbagai isu yang populer di kalangan pemilih, terlepas dari konsistensi ideologis.
Hal ini tentunya tidak akan mungkin terjadi jika parpol tersebut konsisten pada ideologi yang mereka usung, karena dasar perjuangan partai yang ideologis bukanlah berpedoman pada faktor like or dislike dari publik, tetapi mereka akan tetap teguh pada nilai-nilai ideologisnya dan akan terus berupaya meyakinkan publik bahwa nilai yang mereka yakini benar-benar layak untuk diperjuangkan.
Dengan kata lain partai tanpa ideologi akan bergerak mengikuti apa yang populer di mata publik, sebaliknya partai yang ideologis akan sebaliknya akan mengajak publik mengikuti nilai-nilai perjuangan mereka.
Gejala lain dari kaburnya ideologi Partai adalah terjadinya koalisi dan konsensus politik yang loss value atau bebas nilai, dalam sistem multipartai seperti yang kita lihat di Indonesia atau di negara dengan koalisi pemerintahan, partai-partai yang ada kadang-kadang cenderung mengesampingkan ideologi mereka untuk membentuk koalisi besar dan lebih luas demi mengamankan kekuasaan. Mereka sangat mungkin dan dengan begitu mudahnya menyesuaikan atau bahkan mengenyampingkan ideologi mereka untuk mencari kesepakatan dengan partai lain.
Koalisi bebas nilai ini tentunya juga tidak mungkin terjadi pada partai-partai yang benar-benar ideologis, bagaimana mungkin partai yang kekiri-kirian bisa bersanding dan berkoalisi dengan partai yang berideologi agak ke kanan? Toh nilai-nilai yang mereka anut akan saling menegasikan antara yang satu dengan yang lainnya.
Ujung dari biasnya nilai-nilai ideologis di tubuh Partai politik adalah lahirnya kebijakan-kebijakan yang tidak jelas dasar ideologinya, sehingga ada partai yang fokus pada kebijakan spesifik atau isu tunggal, seperti lingkungan atau anti-korupsi, tanpa mengaitkan diri secara eksplisit dengan ideologi politik tradisional seperti kiri, kanan, atau pusat.
Namun, disadari atau tidak partai yang tidak jelas ideologinya atau bahkan benar-benar tanpa ideologi lambat laun akan berisiko kehilangan identitas dan arah. Tanpa kerangka ideologis, sulit bagi partai untuk menawarkan visi yang konsisten dan dapat diandalkan kepada pemilih. Hal ini bisa menyebabkan ketidakpercayaan publik dan partai menjadi rentan terhadap perubahan arah yang oportunistik atau inkonsisten.
Sehingga, pada akhirnya keberlanjutan dan kredibilitas jangka panjang partai tersebut bisa dipertanyakan, meskipun sangat mungkin untuk sebuah partai politik beroperasi dengan ideologi yang tidak jelas atau bahkan tanpa ideologi sama sekali.