JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) didesak untuk menangkap Emilya Said dan Herwansyah, dua tersangka pemberi suap senilai Rp57,1 miliar kepada AKBP Bambang Kayun Bagus Pandji Sugiharto, yang saat ini telah divonis 8 tahun penjara. Desakan ini datang dari DIRHUBAG MSPI Thomson Gultom, yang mengkritik kegagalan Direktorat Tindak Pidana Umum (Dittipidum) Bareskrim Polri dalam menangkap kedua tersangka sejak 2021.
“Kita berharap KPK segera menangkap Emilya Said dan Herwansyah. Ini jadi ujian keberanian KPK, apakah mereka mampu?” ujar Thomson Gultom kepada media, Minggu (26/1/2025).
Ia menyoroti fakta bahwa selama empat tahun, Bareskrim Polri tidak mampu membawa kedua tersangka ke meja hijau.
Emilya Said dan Herwansyah telah dimasukkan dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) sejak April 2021 atas laporan Dewi Ariati terkait kasus pemalsuan akta notaris hasil RUPS PT Aria Citra Mulia (ACM). Perusahaan ini diketahui memiliki aset senilai Rp3 triliun dan bergerak di bidang galangan kapal serta migas. Laporan tersebut terdaftar dengan nomor LP/B/120/II/2016/Bareskrim.
Menurut Thomson Gultom, ketidakmampuan Bareskrim Polri dalam menangkap kedua tersangka menimbulkan tanda tanya besar. “Apakah ada sesuatu yang menghambat penangkapan ini? Atau ada faktor lain di balik layar?” tanyanya.
Emilya Said dan Herwansyah diduga memberikan suap kepada AKBP Bambang Kayun untuk memengaruhi proses penyidikan dan mengurus surat perlindungan hukum terhadap mereka. Uang tersebut diberikan melalui perantara Mukaffi Jemi Naratama (MJN), yang bertindak atas suruhan kedua tersangka.
AKBP Bambang Kayun akhirnya ditangkap dan divonis 8 tahun penjara, namun MJN belum ditetapkan sebagai tersangka. Uang suap itu diduga digunakan untuk mengondisikan penyidikan terkait pemalsuan akta notaris yang menghilangkan nama Dewi Ariati dan tiga anaknya sebagai pemegang saham di PT ACM.
Thomson Gultom menegaskan bahwa KPK perlu segera bergerak menangkap kedua tersangka untuk membuktikan komitmen mereka dalam pemberantasan korupsi. Ia menyebut kegagalan Bareskrim Polri sebagai pelajaran penting bagi KPK untuk menunjukkan kapasitasnya dalam menindak koruptor besar.
“Ini bukan hanya soal menangkap, tapi juga membuktikan bahwa hukum bisa ditegakkan tanpa pandang bulu. Jangan sampai kasus ini hanya menjadi catatan kegagalan lainnya,” tegasnya.
Dengan nilai suap yang sangat besar dan melibatkan nama-nama berpengaruh, kasus ini menjadi ujian besar bagi KPK dalam menjalankan tugasnya sebagai garda depan pemberantasan korupsi di Indonesia. Masyarakat kini menunggu apakah KPK mampu menjawab tantangan ini atau kembali menghadapi jalan terjal seperti sebelumnya.(AG)