Lhokseumawe,SatupenaTv.com.
Puluhan nelayan dan tokoh masyarakat Desa Blang Naleng Mameh, Kecamatan Muara Satu, Kota Lhokseumawe, mendesak Pemerintah Aceh, Wali Kota Lhokseumawe, dan DPRK untuk segera menangani krisis sedimentasi parah di Kuala Pusong Rancong Baro. Pendangkalan dan penyempitan alur kuala ini telah melumpuhkan aktivitas nelayan, memicu banjir tahunan di empat desa, dan mempercepat abrasi pantai.8 April 2025.
Nelayan Terjepit, Warga Terendam
Menurut Ketua Nelayan setempat, Amriadi Ismail, kedalaman alur yang dulunya 3–4 meter kini tinggal sekitar 1 meter. “Kapal hanya bisa keluar saat air pasang penuh. Pendapatan turun drastis, kehidupan keluarga nelayan terganggu,” ujarnya.
Panglima Laot Kecamatan Muara Satu, Ismail Yusuf, mengungkapkan bahwa kondisi ini memperparah banjir saat musim hujan. “Desa Cot Tring, Ujong Pacu, Paloh Punti, dan Blang Naleng Mameh rutin terendam. Rumah rusak, kebun gagal panen, jalan berlumpur,” katanya.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Jamaluddin Ahmad, tokoh nelayan senior, memperingatkan bahwa abrasi pantai sudah mulai mengancam permukiman. “Jika tidak segera dibangun pemecah gelombang atau ditanam mangrove, garis pantai bisa hilang dalam dua tahun,” ujarnya serius.
Empat Tuntutan Warga
Dalam pertemuan darurat yang digagas oleh Ketua Koperasi Nelayan Musliadi AR dan Kepala Desa Blang Naleng Mameh Iskandar Hamzah, masyarakat menyampaikan empat tuntutan konkret:
1. Pengerukan mendesak Kuala Pusong Rancong Baro agar alur pelayaran kembali normal.
2. Pembangunan sistem drainase dan tanggul di kawasan rawan banjir.
3. Penataan pembatas pantai melalui revetment atau rehabilitasi mangrove untuk menahan abrasi.
4. Koordinasi lintas sektor antara Dinas Perikanan, PUPR, dan Lingkungan Hidup guna solusi terpadu.
“Ini bukan sekadar persoalan lokal, tapi darurat provinsi. Kuala ini jalur ekonomi penting bagi nelayan Aceh Utara,” tegas Marzuki Ramli, tokoh masyarakat setempat.
Dampak Ekonomi: Rugi Miliaran, Ancaman Pengangguran
Data dari Koperasi Nelayan Muara Satu mencatat bahwa 720 kepala keluarga di empat desa menggantungkan hidup pada sektor perikanan. Dalam satu tahun terakhir, produktivitas nelayan turun 40 persen. Sementara kerugian akibat banjir ditaksir mencapai Rp2,5 miliar setiap musim hujan.
“Warga tak butuh janji, tapi aksi nyata. Musim hujan depan tinggal menghitung bulan,” kata Surya Nanda Putra, mewakili suara nelayan muda.
Krisis di Kuala Pusong Rancong Baro menjadi ujian nyata bagi komitmen Pemerintah Aceh dalam melindungi masyarakat pesisir. Jika terus diabaikan, ancamannya bukan hanya ekonomi, tapi juga konflik sosial dan kerusakan lingkungan jangka panjang.