Meretas Ketimpangan Pendidikan: Dr. Iswadi Tawarkan Format Sentralisasi Berbasis Data dan Merit

- Editor

Wednesday, 16 July 2025 - 10:55 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Jakarta : Dalam dua dekade terakhir, otonomi daerah telah menjadi bagian integral dari sistem pemerintahan di Indonesia, termasuk dalam sektor pendidikan. Desentralisasi diharapkan membawa pemerataan, efisiensi, serta relevansi kebijakan dengan kebutuhan lokal. Namun, dalam praktiknya, implementasi otonomi pendidikan justru menimbulkan berbagai ketimpangan, terutama dalam hal distribusi guru, kualitas pengajaran, dan tata kelola sumber daya manusia di sektor pendidikan. Menanggapi hal tersebut, Dr. Iswadi, akademisi dan pemerhati kebijakan pendidikan, mengusulkan format baru yang lebih terstruktur: sentralisasi pendidikan berbasis data dan meritokrasi.
Alumni Program Doktoral Manajemen Pendidikan Universitas Negeri Jakarta tersebut mengatakan Otonomi pendidikan memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah untuk mengatur dan mengelola urusan pendidikan di wilayahnya. Konsep ini idealnya mempercepat pelayanan, mengakomodasi kearifan lokal, dan mendorong inovasi. Namun, fakta di lapangan menunjukkan banyak daerah mengalami kesenjangan kapasitas kelembagaan terbatasnya anggaran, dan lemahnya tata kelola.

Salah satu dampak nyata adalah ketimpangan distribusi dan kualitas guru. Daerah-daerah maju seperti kota besar relatif mudah menarik guru-guru berkualitas, sementara daerah tertinggal, terutama kawasan 3T (tertinggal, terdepan, terluar), seringkali kesulitan mendapatkan guru tetap maupun tenaga pendidik yang kompeten. Selain itu, keputusan mutasi, promosi, dan pengangkatan tenaga pendidik kerap dipengaruhi oleh faktor politis atau kedekatan personal, bukan berbasis pada kinerja objektif. Hal ini menyebabkan rendahnya motivasi guru, ketidakadilan dalam karier, dan berujung pada penurunan mutu pendidikan secara nasional.

Dr. Iswadi tidak serta-merta menolak otonomi pendidikan. Namun, ia menekankan bahwa intervensi pusat yang cerdas dan terukur perlu dilakukan pada aspek-aspek strategis, seperti manajemen guru, evaluasi kinerja, pelatihan, dan kesejahteraan pendidik.

Dalam pandangannya, sentralisasi pengelolaan guru berbasis data dan merit adalah solusi kunci. Pemerintah pusat, melalui kementerian terkait, harus membangun sistem informasi pendidikan nasional yang real-time dan terintegrasi. Sistem ini akan memetakan kebutuhan guru per daerah, melacak mobilitas guru, mengukur kinerja berbasis indikator objektif, dan mendukung proses rekrutmen serta promosi yang adil.

Dengan data yang valid dan terpusat, penempatan guru bisa dilakukan lebih adil berbasis kebutuhan riil, bukan keinginan politik daerah. Guru yang berkinerja baik mendapat peluang pengembangan karier lintas wilayah. Pelatihan berkelanjutan pun bisa dirancang sesuai kebutuhan individu, bukan sekadar formalitas administratif.

Salah satu aspek penting dalam gagasan Dr. Iswadi adalah penguatan profesionalisme guru melalui sistem meritokrasi. Guru tidak lagi diperlakukan sebagai pegawai biasa yang tunduk pada tekanan birokrasi lokal, tetapi sebagai profesi mulia yang bekerja berdasarkan etika, kompetensi, dan tanggung jawab publik.

Baca Juga:  Dukung UMKM, Babinsa Sambangi Usaha Percetakan Batako

Mutasi dan promosi guru, menurut usulan ini, harus sepenuhnya dikendalikan oleh lembaga profesional berbasis kinerja objektif, hasil evaluasi kelas, partisipasi dalam pelatihan, dan rekam jejak pengabdian. Dengan sistem ini, intervensi politik dapat diminimalkan, dan kepercayaan diri guru dalam bekerja akan meningkat.

Lebih jauh, Dr. Iswadi mengusulkan agar kesejahteraan guru, termasuk pencairan gaji dan tunjangan, diatur melalui mekanisme khusus nasional seperti Peraturan Presiden atau Keputusan Menteri. Hal ini dimaksudkan agar proses penggajian tidak lagi tersendat karena hambatan administratif di tingkat daerah.

Perlu dicatat bahwa usulan Dr. Iswadi bukan bentuk sentralisme otoriter. Ia justru menekankan pentingnya keseimbangan antara standar nasional dan inovasi lokal. Pemerintah pusat hanya mengambil alih fungsi-fungsi strategis dan teknokratis yang membutuhkan akurasi, keadilan, dan sistem berbasis data. Sementara itu, pemerintah daerah tetap diberi ruang untuk melakukan inovasi kurikulum kontekstual, penguatan budaya lokal dalam pembelajaran, dan pengembangan model pendidikan berbasis komunitas.

Dengan model ini, mutu pendidikan bisa ditingkatkan tanpa menghilangkan warna khas dan identitas lokal. Pemerataan dan profesionalisme ditegakkan oleh pusat, sementara kreativitas dan relevansi tetap dimiliki daerah.

Gagasan Dr. Iswadi mendapat respons positif dari berbagai kalangan, termasuk praktisi pendidikan dan pengamat kebijakan. Banyak yang menilai bahwa saat ini Indonesia mengalami kekosongan kepemimpinan strategis dalam pengelolaan tenaga pendidik. Otonomi yang terlalu luas telah melemahkan akuntabilitas, menciptakan tumpang tindih kewenangan, dan membuat mutu pendidikan sulit ditingkatkan secara sistemik.

Namun, tantangan tentu tetap ada. Implementasi sentralisasi berbasis data membutuhkan reformasi kelembagaan, investasi besar dalam infrastruktur digital, serta kemauan politik yang kuat. Kunci keberhasilannya terletak pada komitmen pemerintah pusat untuk menjadikan pendidikan sebagai investasi jangka panjang, bukan sekadar proyek jangka pendek.

Di tengah tantangan besar pendidikan nasional, usulan sentralisasi berbasis data dan merit dari Dr. Iswadi menawarkan arah baru yang lebih terukur dan berkeadilan. Ini bukan sekadar wacana manajerial, tetapi juga panggilan moral bagi negara untuk hadir secara aktif dan adil dalam memastikan setiap anak Indonesia mendapat hak atas pendidikan yang bermutu, tanpa tergantung pada keberuntungan geografis atau politik daerah.

Jika Indonesia ingin mewujudkan SDM unggul, inklusif, dan berdaya saing global, maka pembenahan sistem pendidikan terutama pengelolaan guru harus menjadi prioritas nasional. Dan dalam hal ini, sentralisasi yang cerdas, berbasis data dan merit, bisa menjadi fondasi perubahan yang selama ini dinanti.

Berita Terkait

Bupati Solok Jon Firman Pandu Hadiri Pengukuhan Pengurus APKASI
Bareskrim Polri Bongkar Tambang Batu Bara Ilegal di IKN, 351 Kontainer Disita
DPD SWI Nagan Raya Terbentuk: Ini Nama-nama Pengurusnya
Kepedulian: Kapolres Pidie Serahkan Sembako dan Santunan kepada Anak Yatim 
Jumat Curhat: Kapolres Pidie Ajak Warga Jaga Kamtibmas dan Tertib Lalu Lintas
Bupati Waropen Resmi Jabat Wasekjen APKASI 2025–2030
Wakapolrestabes Palembang AKBP Andes Purwanti Resmi Naik Pangkat Jadi Kombes Pol dalam Mutasi Polri Juni 2025
Petani Padi Gembira Babinsa Hadir di Tengah-tengah Mereka
Berita ini 3 kali dibaca

Berita Terkait

Saturday, 19 July 2025 - 09:54 WIB

Bupati Solok Jon Firman Pandu Hadiri Pengukuhan Pengurus APKASI

Saturday, 19 July 2025 - 06:43 WIB

Kapolres Pidie Jaya Dukung Penyaluran Bantuan Pangan Pemkab untuk Tekan Inflasi

Saturday, 19 July 2025 - 04:26 WIB

Bareskrim Polri Bongkar Tambang Batu Bara Ilegal di IKN, 351 Kontainer Disita

Friday, 18 July 2025 - 12:29 WIB

Polsek Glumpang Tiga Hadir di Tengah MPLS, Ajak Siswa Jauhi Narkoba dan Kenakalan Remaja

Friday, 18 July 2025 - 11:36 WIB

DPD SWI Nagan Raya Terbentuk: Ini Nama-nama Pengurusnya

Friday, 18 July 2025 - 11:06 WIB

Jumat Curhat: Kapolres Pidie Ajak Warga Jaga Kamtibmas dan Tertib Lalu Lintas

Friday, 18 July 2025 - 06:56 WIB

Bupati Waropen Resmi Jabat Wasekjen APKASI 2025–2030

Friday, 18 July 2025 - 06:53 WIB

Wakapolrestabes Palembang AKBP Andes Purwanti Resmi Naik Pangkat Jadi Kombes Pol dalam Mutasi Polri Juni 2025

Berita Terbaru

BERITA

Bupati Solok Jon Firman Pandu Hadiri Pengukuhan Pengurus APKASI

Saturday, 19 Jul 2025 - 09:54 WIB

ACEH

DPD SWI Nagan Raya Terbentuk: Ini Nama-nama Pengurusnya

Friday, 18 Jul 2025 - 11:36 WIB